Solo, LENSAPRONEWS – Ditengah hiruk-pikuk modernisasi, Pasar Triwindu Solo tetap menjadi surga bagi para pencinta barang antik. Salah satu pedagang yang turut meramaikan pasar legendaris ini adalah Tarjo (53), atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tarjo Antik yang sudah lama bergelut dengan dunia barang antik, menjual berbagai koleksi unik dari lampu lawas hingga gembok kuno.
Menurut Tarjo, barang antik yang dijual di tokonya terdiri dari dua jenis: barang asli (ori) dan repro atau reproduksi. Barang ori merupakan benda-benda lama yang benar-benar memiliki nilai sejarah, sedangkan barang repro adalah barang baru yang dibuat menyerupai model antik.
“Kalau saya spesifiknya lebih ke lampu-lampu. Tapi ya, di sini ada banyak barang lain juga, tergantung pasokan. Sekarang lebih mudah karena ada media sosial, jadi bisa cari barang lewat jaringan,” jelasnya. Toko Tarjo Antik buka setiap hari dari pukul 09.00 hingga 17.00 WIB. Ia mengelola toko ini secara mandiri meski sesekali dibantu karyawan. Pelanggannya pun datang dari berbagai kalangan, mulai dari pembeli lokal hingga kolektor dari luar negeri. “Kadang juga untuk dekorasi kafe, jadi tidak harus kolektor,” tambahnya.
Ketertarikan Tarjo pada barang antik bermula dari hobi mengumpulkan barang bekas. Ia melihat potensi ekonomi dari barang-barang lama yang dibersihkan dan dipoles kembali. “Dari barang yang tidak terpakai bisa jadi sumber penghasilan. Kalau kita bisa memilah mana yang bernilai, hasilnya lumayan,” ujarnya.
Dalam menilai keaslian barang antik, Tarso mengandalkan kejelian mata dan pengalaman. “Yang benar-benar antik bisa dilihat dari detail anatomi, bahan, dan teksturnya. Kalau yang repro biasanya detailnya kurang halus dan bahan beda,” katanya sambil menunjukkan beberapa contoh barang di tokonya.
Harga barang yang dijual sangat bervariasi, mulai dari Rp2.000 hingga jutaan rupiah, tergantung pada nilai sejarah dan keasliannya. Dengan keunikan koleksinya dan kecintaan yang tulus terhadap dunia antik, Tarso tidak hanya berjualan, tapi juga merawat warisan budaya yang kian langka. Pasar Triwindu pun tetap hidup sebagai barometer barang antik di Solo Raya bahkan Indonesia.
Penulis: Arbian Lintang Gita Prakosa